MEDIA24.ID, JAKARTA – Indonesia memutuskan bergabung dengan New Development Bank /Bank Pembangunan Baru/NDB, lembaga finansial yang dibentuk oleh negara-negara BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan).
Presiden Prabowo menyebut keanggotaan ini bisa menjadi ‘booster’ untuk mempercepat strategi transformasi ekonomi, namun para pengamat khawatir soal meningkatnya pengaruh China dalam proyek pembangunan Indonesia dan jebakan utang baru.
Baca Juga: Menteri Erick Thohir: IMF Nilai Indonesia Masih Jauh dari Krisis
“Saya telah memutuskan untuk bergabung dengan New Development Bank dan mengikuti prosedur dan permintaan yang telah diberikan kepada kami,” kata Presiden Prabowo setelah bertemu dengan Presiden NDB Dilma Vana Rousseff di Istana Merdeka, Selasa.
Indonesia bergabung dengan BRICS pada 6 Januari 2025, sebuah langkah yang disebut sebagai upaya memperluas pengaruh ekonomi di tingkat global dan mendiversifikasi mitra strategis.
Jebakan Utang Baru
Bhima Yudhistira, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) mengatakan pada dasarnya NDB bisa mempercepat pengambilan keputusan kebijakan industrial, terutama soal transisi energi.
Ini karena NDB mempunyai portfolio bisnis transisi energi, pembangunan pembangkit energi terbarukan hingga pengembangan komponen industri EBT dalam negeri di berbagai negara.
“Ini juga bisa jadi jembatan untuk koordinasi investasi, pembangunan karena NDB akan lebih konkrit dibanding platform politik BRICS sendiri. Di NDB pembahasannya sudah secara teknis, lebih konkrit per proyek,” ujar dia.
Bhima, pemerintah tetap harus waspada. Karena pada dasarnya NDB adalah lembaga penyalur pinjaman. Sedangkan saat ini Indonesia dalam kondisi debt distress, yaitu beban bunga utang dan utang sudah mulai menghabiskan anggaran negara dalam jumlah besar.
Secara fiskal, kata Bhima hampir 45 persen APBN digunakan membayar bunga utang dan utang jatuh tempo, karena itu jika NDB hadir dalam bentuk utang, maka beban Indonesia akan makin besar.
“Bunga pinjamannya itu fix atau ikut market rate. Kalau ikut bunga pasar, Indonesia akan lebih banyak rugi jika ada fluktuasi. Kita akan bayar bunga lagi dan ini jadi jebakan utang baru Indonesia,” ujar dia.
Menurut dia ada peluang juga bank ini, digunakan oleh China, untuk menancapkan pengaruh lebih kuat di kawasan seperti yang dilakukan dengan Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB).
Proyek infrastruktur yang dibiayai oleh AIIB juga sebagian menghadapi masalah seperti Kereta Cepat Jakarta Bandung yang mahal dan memakan waktu lama untuk mengembalikan modal.
Artikel Terkait
Government Shutdown, Makan Bergizi Gratis, dan Pertumbuhan Ekonomi
Beasiswa LPDP - Australia Award Dibuka, Fokus Studi Ekonomi Biru hingga IT
Gandeng LPDB-UMKM, GP Ansor Gerakkan Kemandirian Ekonomi Indonesia Lewat Koperasi
Tak Hanya Perkuat Toleransi, Mendes dan Menag Bersinergi Tingkatkan Ekonomi Masyarakat Desa Berbasis Keluarga