Kisah Nurhayati Sukses Besarkan Usaha Warisan Keluarga Dodol D’Tungku Berkat Pendanaan KUR BRI

Photo Author
- Sabtu, 29 Maret 2025 | 00:11 WIB
Nurhayati (45), perajin dodol legendaris D’Tungku di Bojonggede, Bogor.  (Foto/Dok/Media24)
Nurhayati (45), perajin dodol legendaris D’Tungku di Bojonggede, Bogor. (Foto/Dok/Media24)

MEDIA24.ID, BOGOR - Aroma manis gula jawa dan santan menguar dari dapur sederhana di belakang rumah Nurhayati (45), perajin dodol legendaris D’Tungku di Bojonggede, Bogor.

Di tengah bunyi sendok kayu yang tak henti mengaduk adonan ketan dalam kuali besar, Nurhayati tersenyum lebar. Sejak mengambil alih usaha turun-temurun keluarganya pada 2021, dodol buatannya tak hanya bertahan dari gempuran camilan kekinian, tetapi juga merajai pasar jelang Lebaran dengan omzet hingga Rp150 juta.

Dodol D’Tungku pertama kali dirintis nenek Nurhayati pada 1950-an. Kala itu, sang nenek yang buta huruf mengandalkan resep tradisional dan ketekunan untuk menghidupi keluarga.

Baca Juga: Usahanya Bangkit Berkat KUR BRI, Berikut Kisah Sutrisno dan Sate Kambing PUAS yang Kembali Melegenda

Usia itu diteruskan oleh ibunya, Hajjah Muhayya, sejak 1985. Namun, ketika sang ibu sakit di 2021, Nurhayati—yang saat itu berprofesi sebagai guru MI memutuskan meninggalkan zona nyaman.

“Awalnya tidak tertarik. Tapi, siapa lagi yang akan melanjutkan warisan ini? Ternyata, mengelola dodol tidak menyita waktu. Saya tetap bisa mengajar,” ujar Nurhayati, yang kini menjadi generasi ketiga pemegang resep rahasia D’Tungku.

Motivasi terbesarnya adalah kisah kakek-neneknya. “Mereka buta huruf saja bisa sukses. Saya yang berpendidikan harusnya lebih baik,” tambahnya.

Baca Juga: KUR BRI Cetak UMKM Tangguh di Jakarta: Akses Cepat, Pendampingan Holistik, dan Transformasi Digital

Selama Ramadan, dodol D’Tungku menjadi primadona. Pesanan melonjak dari rata-rata 100-150 kg/bulan menjadi 2.000-3.000 kg jelang Lebaran.

Proses pembuatan dodol legendaris D’Tungku di Bojonggede, Bogor. (Foto/Dok/tangkapan layar)

Nurhayati menjelaskan, puncak pesanan terjadi pada H-10 hingga H-3 Lebaran. “Kami sampai membatasi pesanan reseller maksimal H-3 agar bisa fokus ke konsumen langsung,” ujarnya kepada Media24.id saat ditemui, Jumat (28/3/2025).

Dengan harga Rp55.000/kg untuk konsumen dan Rp50.000/kg untuk reseller, omzetnya meroket hingga Rp150 juta di puncak musim. Untuk memenuhi permintaan, ia merekrut 9 karyawan tambahan: 5 orang mengaduk dodol, 3 orang mengemas, dan 1 orang menjaga toko.

Kunci keberhasilan Nurhayati tak lepas dari dukungan Kredit Usaha Rakyat (KUR) BRI senilai Rp100 juta yang diajukan pada 2020. Dengan cicilan Rp2 juta/bulan selama 3 tahun, dana tersebut digunakan untuk membeli bahan baku, meningkatkan produksi, dan memperluas jaringan pemasaran.

KUR BRI sangat membantu. Tanpa agunan, bunga rendah, dan proses cepat. Saya bisa beli tepung ketan dan gula jawa dalam jumlah besar untuk stok Ramadan,” tuturnya.

Halaman:

Editor: Moh Purwadi

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X