MEDIA24.ID, DEPOK – Menteri Agama Prof. KH. Nasaruddin Umar menyerukan pentingnya lahir kembali Baitul Hikmah sebagai pusat integrasi ilmu pengetahuan Islam modern.
Seruan ini disampaikan dalam sambutan Annual International Conference on Islamic Studies Plus (AICIS+) 2025 yang berlangsung di Kampus Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII), Depok, Jawa Barat, Kamis (30/10/2025).
Perlu diketahui, Baitul Hikmah adalah pusat intelektual dan perpustakaan terbesar pada masa keemasan Islam, yang didirikan oleh Khalifah Harun al-Rasyid di Baghdad dan mencapai puncak kejayaannya di bawah putranya, al-Ma'mun.
Lembaga ini tidak hanya berfungsi sebagai perpustakaan, tetapi juga sebagai pusat penelitian, penerjemahan, dan pendidikan yang berkontribusi besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di berbagai bidang seperti matematika, astronomi, kedokteran, dan kimia.
Dalam pidatonya, Nasaruddin mengajak para akademisi dunia Islam untuk merekonstruksi kembali semangat keilmuan dan peradaban Islam yang pernah berjaya. Ia menegaskan bahwa dunia Islam harus kembali memadukan antara ilmu agama dan ilmu umum, sebagaimana yang pernah terjadi pada masa keemasan Islam di abad pertengahan.
“Jika kita membaca sejarah sebelum tahun 1258, sebelum serangan Baghdad oleh Hulagu Khan, terdapat integrasi ilmu pengetahuan yang sangat baik di sana. Tidak ada perbedaan antara ilmu umum dan pengetahuan agama pada masa itu,” ujar Nasaruddin.
Baca Juga: AICIS+ 2025, Kemenag Kumpulkan Peneliti Dunia Bahas Krisis Iklim dan Etika AI
Menteri Agama yang juga Imam Besar Masjid Istiqlal ini mengingatkan bahwa peradaban Islam pernah menjadi pelopor ilmu pengetahuan dunia. Ia mencontohkan para ilmuwan Muslim seperti Jabir bin Hayyan, Ibnu Rusyd, dan Al-Khawarizmi—tokoh-tokoh yang tidak hanya menguasai satu disiplin, tetapi menjembatani berbagai cabang ilmu seperti kimia, filsafat, kedokteran, hingga tasawuf.
Namun, sejak serangan Baghdad pada abad ke-13, integrasi tersebut terpecah. Ilmu agama dan ilmu umum berkembang terpisah, menyebabkan kemunduran dalam dinamika intelektual Islam. “Setelah serangan Baghdad, muncul perbedaan antara ilmu umum, pengetahuan publik, dan pengetahuan agama,” ungkapnya.
Untuk menjawab tantangan global saat ini, Nasaruddin pun menggagas lahirnya kembali Baitul Hikmah modern—sebuah pusat peradaban ilmu pengetahuan Islam baru yang tidak lagi berpusat di Timur Tengah, melainkan di kawasan Asia Tenggara.
“Kita membutuhkan Baitul Hikmah baru di masa depan. Dan sangat sulit membayangkan Baitul Hikmah baru di negara Timur Tengah. Asia Tenggara harus menjadi episentrum baru,” tegasnya.
Asia Tenggara sebagai Pusat Peradaban Islam Baru