MEDIA24.ID, JAKARTA - Kementerian Agama (Kemenag) akan menggelar Mudzakarah Perhajian Indonesia untuk membahas berbagai isu-isu krusial yang menjadi dasar kebijakan dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 1446 H/2025 M.
Forum ini akan digelar selama tiga hari, 7-9 November 2024, di Institut Agama Islam (IAI) Persis Bandung, Jawa Barat.
“Ini juga dalam rangka harmonisasi seluruh ormas Islam di mana pada tahun-tahun sebelumnya Mudzakarah Perhajian ini juga pernah diadakan di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyyah Situbondo milik Nahdlatul Ulama serta di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,” kata Direktur Bina Haji pada Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU) Kementerian Agama Arsad Hidayat saat menghadiri Rapat Koordinasi, Sinkronisasi dan Pengendalian (KSP) Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1446 H/2025 M di Jakarta, Selasa (5/11/2024).
Baca Juga: Wamenag Usulkan Pelibatan TNI Setengah dari Petugas Haji dalam Melayani Jemaah
Rapat yang digelar oleh Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI ini turut mengundang perwakilan dari Kementerian/Lembaga (K/L) terkait antara lain Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), serta Angkasa Pura (AP).
Dalam paparannya, Arsad mengatakan salah satu isu penting yang akan dibahas dalam agenda Mudzakarah Perhajian nantinya adalah terkait hukum penggunaan nilai manfaat dalam penyelenggaraan ibadah haji.
Hal ini menyusul adanya hasil ijtima’ ulama MUI pada Mei 2024 yang melarang penggunaan hasil investasi setoran awal biaya haji (Bipih) calon jemaah untuk membiayai jemaah lain. Pemanfaatan dana semacam itu disebut mengurangi hak calon jemaah.
Baca Juga: Seleksi Petugas Haji 2025 Dibuka, Ini Komponen dan Besaran Gajinya
“Ini kalau betul diimplementasikan, banyak konsekuensinya. Yang paling jelas itu adalah kenaikan biaya Bipih atau Biaya Perjalanan Ibadah Haji akan dibayarkan oleh setiap jemaah,” imbuh Arsad.
Ia menambahkan pihaknya sudah berkomunikasi dengan beberapa elemen masyarakat, di antaranya Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU) dan juga beberapa ormas besar Islam di Indonesia seperti NU dan Muhammadiyah.
“Mereka umumnya menolak dengan ide gagasan tersebut. NU jelas-jelas mengatakan bahwa penggunaan nilai manfaat daripada dana haji untuk penyelenggaraan ibadah haji itu diperbolehkan, salah satu argumentasinya adalah akad yang digunakan ketika jemaah menyetorkan dana haji itu bukan akad wadiah atau menyimpan uang, tapi akad wakalah mutlaqah,” terang Arsad.
Akad wakalah mutlaqah, artinya mewakilkan secara seluruhnya secara mutlak. Dengan kata lain, sambung Arsad, ketika jemaah melakukan setoran awal untuk mendaftar haji, mereka hanya menyimpan dana untuk dapat nomor porsi.
“Terkait dengan dana tersebut mau diinvestasikan, mau dimanfaatkan supaya mendapatkan nilai manfaat yang banyak, termasuk juga sisi kemanfaatannya akan dipergunakan dengan pola apa, itu menjadi kewenangannya al-wakil atau orang yang diberikan wakalah,” jelasnya.
Isu lainnya yang akan dibahas dalam Mudzakarah Perhajian Indonesia Tahun 2024 adalah terkait kepadatan jemaah haji di Mina. Arsad mengatakan saat ini Kementerian Agama tengah berupaya untuk membangun pemahaman jemaah haji Indonesia yang meyakini bahwa tinggal di Mina hukumnya wajib.