Warga Tergiur Iming-Iming Uang, Pakar dari Universitas Pertamina Peringatkan Risiko Data Biometrik

Photo Author
- Kamis, 22 Mei 2025 | 23:24 WIB
Kegiatan kampanye literasi digital mengenai Fear of Missing Out (FOMO) yang dilakukan Prodi Komunikasi UPER. (Foto/Dok/Humas UPER)
Kegiatan kampanye literasi digital mengenai Fear of Missing Out (FOMO) yang dilakukan Prodi Komunikasi UPER. (Foto/Dok/Humas UPER)

MEDIA24.ID, JAKARTA - Maraknya pengumpulan data biometrik melalui pemindaian retina menggunakan aplikasi Worldcoin dan World ID menarik perhatian warga Bekasi. Iming-iming uang tunai mulai dari Rp180.000 hingga Rp800.000 menjadi daya tarik utama yang membuat banyak orang rela menyerahkan data biometrik mereka.

Menurut laporan TechTarget, Worldcoin adalah aplikasi jaringan keuangan global berbasis mata uang kripto yang mengandalkan sistem World ID untuk verifikasi identitas.

Teknologi ini menggunakan perangkat khusus bernama Orb untuk memindai retina pengguna, menghasilkan kode unik yang disebut IrisCode. Kode ini berfungsi sebagai identitas digital permanen yang memungkinkan pengguna mengakses token kripto seperti Bitcoin, Ethereum, dan USDC.

Baca Juga: ICA Indonesia Komitmen Perkuat Pengembangan Komunikasi Global di Tengah Transisi Kepemimpinan

Namun, popularitas teknologi ini tidak lepas dari kontroversi. Di beberapa negara, seperti Spanyol, otoritas perlindungan data telah secara resmi menghentikan layanan Worldcoin untuk mencegah potensi kebocoran data biometrik.

Di Brasil, kasus kebocoran data biometrik bahkan melonjak drastis, dari 906 kasus pada 2023 menjadi lebih dari 4.000 kasus pada 2024 (CTIR GOV, 2024).

Di Indonesia, rendahnya tingkat literasi digital masyarakat menjadi tantangan serius dalam upaya melindungi data pribadi. Indeks Masyarakat Digital Indonesia (2024) menunjukkan bahwa tingkat kecakapan digital masyarakat Indonesia hanya berada pada skor 43,34 per 100, yang masuk dalam kategori sedang. Kondisi ini memperbesar risiko penyalahgunaan data di era teknologi yang semakin kompleks.

Baca Juga: Halal Bihalal UMN 2025: Mempererat Silaturahmi dan Komitmen Inovasi Pendidikan Menuju World Class University

Dosen Literasi Media Program Studi Komunikasi Universitas Pertamina Ita Musfirowati Hanika, menekankan pentingnya literasi digital untuk mengurangi risiko penyalahgunaan data pribadi.

“Risiko terhadap privasi digital bisa menyebabkan data pribadi disalahgunakan untuk berbagai kejahatan. Dengan memahami literasi media—kemampuan untuk memahami, menggunakan, dan memanfaatkan teknologi secara efektif dan bertanggung jawab—kita dapat melindungi diri dari ancaman tersebut. Literasi juga membantu kita mengenali potensi bahaya dan menghindari kejahatan siber, sehingga keamanan pribadi dapat lebih terjaga,” ujarnya.

Ita menambahkan bahwa banyak orang masih menganggap data pribadi hanya sebatas informasi di kartu identitas atau akun media sosial. Padahal, data biometrik seperti sidik jari, pola iris mata, dan bentuk wajah juga merupakan data pribadi yang melekat langsung pada tubuh seseorang.

“Selama ini banyak yang tidak sadar bahwa data pribadi itu tidak hanya soal nomor KTP atau alamat rumah, tapi juga ada di tubuh kita sendiri. Ketika data biometrik seperti pola iris atau sidik jari bocor, konsekuensinya bisa sangat serius, karena berbeda dengan kata sandi yang bisa diganti, data biometrik itu permanen,” jelasnya.

Ita menambahkan bahwa peningkatan pemahaman digital melalui program edukasi, pelatihan, hingga kampanye dapat membantu masyarakat lebih berhati-hati dalam membagikan data diri pribadinya.

“Literasi digital bukan hanya tentang kemampuan menggunakan teknologi, tetapi juga memahami risiko dan dampaknya. Masyarakat perlu lebih kritis sebelum memberikan data pribadi, terutama data biometrik, kepada pihak ketiga,” pungkasnya.

Halaman:

Editor: Moh Purwadi

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X