MEDIA24.ID, JAKARTA – UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sukses menggelar Wisuda Tahfidz Akbar yang diinisiasi oleh Unit Kegiatan Mahasiswa Himpunan Qori dan Qori’ah al-Qur’an (UKM) IQMA, Sabtu (1/11/2025).
Sebanyak 180 mahasiswa diwisuda sebagai penghafal Al-Qur’an setelah sebelumnya melalui seleksi ketat dan proses pembinaan intensif selama lebih dari dua bulan.
Wisuda penghafal al-Quran dihadiri langsung Menteri Agama RI Prof. Dr. K.H. Nasaruddin Umar, M.A., Rektor UIN Jakarta Prof. Asep Saepudin Jahar M.A. Ph.D., Wakil Rektor Bidang Akademik Prof. Dr. Ahmad Tholabi S.H. M.H.
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan Prof. Ali Munhanif M.A. Ph.D. dan Kepala Biro Administrasi Akademik, Kemahasiswaan, dan Kerjasama Dr. Hj. Sri Ilham Lubis L.C. M.Pd. Wisuda juga disaksikan langsung para orang tua dan kerabat wisudawan-wisudawati penghafal al-Quran.
Baca Juga: Gebyar Bulan Bahasa VII, Jenal Mutaqin Ajak Pelajar Cerdas Berbahasa dan Santun Berbudaya
Dalam sambutannya, Menag menyampaikan apresiasi mendalam atas terselenggaranya wisuda tahfidz tersebut. Menurutnya, para hafidz dan hafidzah merupakan insan pilihan Allah SWT yang diberikan anugerah untuk menjaga kemurnian Al-Qur’an.
“Banyak orang bercita-cita menjadi hafidz atau hafidzah, tetapi tidak semua diberi karunia itu oleh Allah. Karena itu, saya datang hari ini untuk memberikan penghargaan kepada ananda para penghafal Al-Qur’an,” ujar Menag.
Dalam pesannya, Menag meminta agar para penghafal Al-Qur’an selalu bersyukur dan menjaga hafalannya dari hal-hal yang dapat mengotori hati. “Pertama, bersyukurlah di jenjang tahfidz. Yang belum 30 juz, persiapkan diri dan sempurnakan hafalannya. Yang sudah hafal 30 juz, tantangan terbesarnya adalah melestarikan hafalan itu,” tutur Menag.
Menag mengingatkan menjaga hafalan merupakan tantangan berat. “Ada racunnya bagi hafalan. Dulu, Imam Syafi’i pernah mengadu kepada gurunya, Imam Waqi’, tentang kesulitan menghafal, dan beliau menasihatinya pendek saja: tinggalkan dosa,” Sebutnya.
Dosa seorang hafidz, jelas Menag, tidak sama dengan dosa orang awam. “Bagi penghafal, dosa bisa datang dari rasa malas tadarus, pikiran bengkok, atau hati yang keras. Maka jauhilah dosa itu, karena kalian bukan lagi orang awam, melainkan pilihan Allah SWT,” pesannya.
Menag juga menegaskan agar para penghafal selalu bisa menjaga diri dari dosa-dosa penghafal. “Tadaruslah terus, jangan nodai hafalan dengan dosa. Karena dosa kecil bagi orang awam bisa menjadi dosa besar bagi penghafal Al-Qur’an. Jika kalian mampu menjaganya, percayalah, hafalan kalian bukan sekadar hafalan, melainkan penjaga diri,” ujarnya.
Selain itu, Menag juga menekankan pentingnya memahami Al-Qur’an secara bertahap melalui empat tingkatan Iqra’—mulai dari membaca huruf, memahami makna, menjiwai kandungan, hingga menyelami hakikat terdalam Al-Qur’an.
“Janganlah menghafal Al-Qur’an kalian menjadi artis. Justru itu memanipulasi kesucian Al-Qur’an,” ingatnya lagi.