Banom dan Lembaga PBNU Tolak Pleno Sepihak, Dukung Islah Tebuireng dan Desak Duet Utuh Rais Aam–Ketum

Photo Author
- Jumat, 5 Desember 2025 | 22:23 WIB
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya (kelima dari kanan) saat konferensi pers di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, Rabu (3/12/2025)  (Foto/Dok/Media24.id)
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya (kelima dari kanan) saat konferensi pers di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, Rabu (3/12/2025) (Foto/Dok/Media24.id)

MEDIA24.ID, JAKARTA — Sikap penolakan terhadap rencana rapat pleno yang digelar tanpa kehadiran bersama dua pucuk pimpinan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) kini datang dari berbagai arah.

Selain lembaga PBNU, tujuh badan otonom (banom) tingkat pusat juga menyatakan menolak langkah sepihak dan menyerukan penyelesaian masalah melalui musyawarah para kiai sepuh. Pernyataan bersama itu dirilis pada Jumat (5/12/2025) dan ditandatangani langsung oleh para ketua umum banom NU.

Sikap penolakan terhadap pleno sepihak dilontarkan dalam situasi munculnya klaim pencopotan Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf oleh pihak Syuriyah.

Baca Juga: Langgar Keputusan Muktamar, Sekjen PBNU: Rapat Pleno Versi Syuriah Tidak Sah

Menanggapi hal itu, Gus Yahya menegaskan bahwa rapat pleno tanpa keterlibatan dirinya sebagai Ketua Umum tidak sah secara konstitusi. “Rapat Pleno Syuriyah PBNU tidak sah tanpa keterlibatan Tanfidziyah,” tegasnya dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (3/12/2025).

Senada dengan itu, pengurus Lakpesdam PBNU Muhammad Nurkhoiron menilai pleno tanpa persetujuan kolektif adalah tindakan inkonstitusional. Ia menegaskan bahwa NU adalah jam’iyah, bukan organisasi satu figur.

“NU tidak boleh berjalan dengan ego sektoral. Semua keputusan besar harus diambil bersama, bukan satu pihak,” ujarnya seperti dikutip media.

Baca Juga: Gus Yahya Tegaskan Masih Ketua Umum PBNU, Tak Bisa Dimundurkan Kecuali Melalui Forum Muktamar

Di sisi lain, banom PBNU juga menyatakan mendukung penuh inisiatif islah melalui forum silaturahim Tebuireng yang dipimpin para kiai sepuh dan mustasyar NU. Dalam dokumen pernyataan resmi, mereka menegaskan pentingnya “musyawarah yang jernih dan tabayyun yang dipimpin masyayikh sebagai jalan menyatukan jam’iyah.”

Pernyataan itu ditandatangani oleh tujuh pimpinan banom pusat: H. Addin Jauharudin (PP GP Ansor), Muchamad Nabil Haroen (PP Pagar Nusa), M. Shofiyulloh Cokro (PB PMII), Irham Ali Saifuddin (DPP SARBUMUSI), Muh Agil Nuruz Zaman (PP IPNU), Prof. Dr. KH. Ali Masykur Musa (JATMAN), dan Prof. Dr. Phil. Kamaruddin Amin (PP ISNU).

Dengan dukungan banom terhadap upaya silaturahim Tebuireng dan penolakan terhadap pleno sepihak, tekanan moral kini mengerucut pada kesatuan kepemimpinan PBNU. Para ketua umum banom menegaskan bahwa konflik internal harus disikapi dengan akhlak organisasi.

“Kepemimpinan PBNU harus menjadi teladan menjaga harmoni dan kemaslahatan jam’iyah,” tegas dokumen itu.

Pernyataan ini menegaskan bahwa penyelamatan NU hanya dapat dilakukan melalui duet utuh Rais ‘Aam–Ketua Umum, bukan langkah unilateral. Dengan demikian, publik pecinta NU kini menunggu apakah pucuk pimpinan PBNU memilih jalan rekonsiliasi para kiai sepuh, atau tetap melanjutkan manuver sepihak yang berpotensi memecah jam’iyah. ***

Editor: Moh Purwadi

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Tags

Terkini

X