"Perkembangan koperasi pesantren sangat cepat, bahkan sudah banyak yang modern dan mampu bersaing di tingkat nasional,” tambah Ferry.
Menurutnya, Kemenkop selama ini telah melakukan berbagai upaya pendampingan, mulai dari inkubasi usaha, penguatan manajemen, hingga akses pembiayaan bagi koperasi pesantren di berbagai daerah, baik di Pulau Jawa maupun luar Jawa.
Keberadaan koperasi tersebut dinilai memberikan dampak ekonomi yang signifikan, tidak hanya bagi anggota, tetapi juga masyarakat sekitar.
Keberhasilan koperasi pesantren, lanjut Ferry, membuka peluang besar untuk diterapkan di lingkungan masjid dan madrasah melalui pembentukan koperasi masjid dan koperasi madrasah.
Bahkan, kerja sama ini juga melibatkan perguruan tinggi keagamaan di bawah naungan Kemenag.
“Kami ingin perguruan tinggi ikut mendampingi operasionalisasi koperasi desa dan Koperasi Merah Putih melalui program magang dan kerja praktik tematik. Partisipasi seluruh perguruan tinggi sangat kami harapkan,” katanya.
Ferry mengungkapkan, sejumlah koperasi pesantren di Jawa Timur dan Jawa Barat telah berkembang menjadi entitas ekonomi besar dengan aset dan omzet mencapai triliunan rupiah.
Beberapa di antaranya adalah Koperasi Pondok Pesantren Sidogiri, Sunan Drajat, Nurul Jadid, serta Al-Ittifaq yang telah menjadi contoh sukses pengelolaan ekonomi berbasis pesantren.
Sebagai tindak lanjut dari penandatanganan MoU, Kemenkop dan Kemenag akan menggelar bimbingan teknis (bimtek) bagi 120 koperasi pesantren di Jawa Tengah.
Kegiatan ini diharapkan mampu mempercepat transformasi dan penguatan koperasi pesantren di berbagai daerah.
“Kami optimistis sinergi Kementerian Koperasi dan Kementerian Agama ini menjadi terobosan nyata yang memberikan manfaat langsung bagi umat dan rakyat Indonesia,” pungkas Ferry Juliantono. ***