MEDIA24.ID, JAKARTA-Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat, Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menegaskan perlunya percepatan transformasi pendidikan vokasi agar lulusan SMK mampu terserap pasar kerja global.
Hal itu ia sampaikan saat menghadiri Workshop Kepala Sekolah se-Sulawesi Selatan untuk Program SMK Go Global di Makassar, Rabu (3/12/2025).
Dalam paparannya, Cak Imin mengungkap temuan terbaru angka pengangguran lulusan SMK tahun ini telah mencapai 1,6 juta orang, sementara pasar kerja global membuka peluang hampir 2 juta posisi.
Baca Juga: Wamendikdasmen Dorong Guru SMK Kembangkan Pembelajaran Mendalam Guna Membentuk SDM Unggul
“Peluangnya ada, kemampuan anak-anak kita juga besar, tetapi tidak match dengan kebutuhan pasar,” ujarnya.
Menurut dia, langkah paling mendesak adalah menciptakan kesesuaian antara kompetensi lulusan SMK dengan kebutuhan riil dunia kerja internasional.
Pemerintah, lanjutnya, telah menyiapkan simulasi kebijakan dan melaporkannya langsung kepada Presiden.
“Bapak Presiden sangat bersemangat. Beliau bahkan meminta target penempatan lulusan SMK di luar negeri dinaikkan dari 300 ribu menjadi 500 ribu, dan keesokan harinya minta ditingkatkan lagi menjadi 1 juta,” ungkap Cak Imin.
Baca Juga: Kurikulum SMK Tak Boleh Abadi, Menteri Mu’ti: Pasar Berubah Sangat Cepat
Dia mengatakan, Presiden memahami bahwa investasi negara untuk peningkatan kualitas lulusan SMK, termasuk upskilling dan pelatihan bahasa, akan kembali langsung ke masyarakat melalui remitansi pekerja migran.
“Berapa pun rupiah yang dikeluarkan negara, asal kembali ke keluarga dan rakyat, itu yang kita harapkan,” kutipnya.
Cak Imin menjelaskan bahwa pemerintah melalui BP2MI sedang menuntaskan sistem rekrutmen, penempatan, serta beasiswa persiapan kerja luar negeri. Program ini ditargetkan mulai berjalan pada akhir 2025.
Namun ia menegaskan bahwa pembenahan tidak boleh hanya dilakukan di hilir. Deteksi talenta siswa harus dimulai sejak awal mereka masuk SMK. Salah satu aspek paling mendasar yang harus diperbaiki adalah kurikulum bahasa.
“Untuk Jepang misalnya, kebutuhan bahasa dasar bisa dicapai dalam enam bulan. Sementara anak SMK tiga tahun belajar bahasa tapi tidak match. Artinya kurikulumnya yang harus dibenahi,” tegasnya.
Artikel Terkait
Kemendikdasmen Rencanakan Ubah Masa Studi SMK jadi 4 Tahun, Ini Penjelasannya