MEDIA24.ID, JAKARTA - Dalam gejolak digital yang semakin ganas, Direktorat Siber (Ditsiber) Polda Metro Jaya kembali membuktikan tajamnya gigi penegak hukum dengan membongkar rencana jahat tiga provokator kerusuhan yang siap meledakkan kekacauan di jantung Jakarta.
Surya Fermana, Pemerhati Sosial Politik yang vokal soal dinamika keamanan nasional, menilai operasi Ditsiber Polda Metro Jaya sebagai "Masterpiece Intelijen Siber".
Tidak hanya selamatkan ribuan nyawa, tapi Ditsiber Polda Metro Jaya juga tamparan keras bagi kelompok radikal yang memanfaatkan media sosial sebagai senjata murah meriah.
Baca Juga: Kebakaran Hanguskan 350 Kios Pasar Induk Kramat Jati, Kerugian Ditaksir Rp10 Miliar
"Ini bukan sekadar penangkapan, tapi deklarasi perang terhadap anarki digital yang mengancam fondasi demokrasi kita," tegas Surya Fermana saat dihubungi awak media melalui keterangannya Senin, 15 Desember 2025.
Kasus ini meledak setelah patroli siber intensif Ditsiber mendeteksi jejak provokasi di dunia maya, yang berujung pada penangkapan tiga tersangka berinisial BDM, TSF, dan YM pada 8 Desember 2025.
Mereka ditangkap di tiga lokasi berbeda yakni Jakarta Pusat, Bekasi, dan Bandung dengan bukti nyata berupa enam bom molotov yang hampir rampung, siap dilemparkan ke tengah demonstrasi pada Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia pada 10 Desember 2025.
Rencana jahat ini dimulai sejak September 2025, Ketika dua tersangka bertemu dan membangun jaringan rahasia melalui aplikasi Session, dengan grup bernama "A-JKT"—diduga singkatan dari "Anarko-Jakarta" atau terkait slogan radikal "ACAB" (All Cops Are Bastards).
Baca Juga: Jaga Harmoni Kehidupan Beragama, Menag: Kemenag Harus Jadi Jembatan Negara dan Civil Society
Di sana, mereka bahas strategi brutal: tutorial pembuatan bom pipa, ancaman kekerasan terhadap aparat, penyerangan kantor polisi, hingga jebakan mematikan untuk petugas di lapangan.
Surya Fermana menyoroti bagaimana kasus ini mencerminkan penerapan tajam teori Intelligence-Led Policing (ILP), di mana intelijen siber menjadi senjata utama untuk memprediksi dan mencegah kejahatan sebelum meledak.
Mengutip pakar seperti David L. Carter dari Michigan State University, intelijen didefinisikan sebagai hasil akhir dari pengumpulan, analisis, dan diseminasi data tentang pelaku kejahatan—persis apa yang dilakukan Ditsiber dengan memanfaatkan Open Source Intelligence (OSINT) untuk menyaring pola provokasi di platform digital.
Di Indonesia, pendekatan ini selaras dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Pasal 27-35, yang memberi dasar hukum untuk memburu penghasutan siber.
Baca Juga: 350 Kios Hangus Terbakar di Pasar Induk Kramat Jati, 95 Personel Gulkarmat Jatim Dikerahkan
Artikel Terkait
Polda Metro Tetapkan 8 Tersangka Kasus Dugaan Ijazah Palsu Jokowi, Termasuk Roy Suryo dan Eggi Sudjana
Ini Lokasi Samsat Keliling Polda Metro Jaya di 14 Wilayah Jadetabek
Aktivitas Gunung Anak Krakatau Masih di Level Waspada, Polda Banten Imbau Masyarakat Ini
Mobil MBG Tabrak Siswa SD di Jakarta Utara, Polda Metro Jaya Amankan Sopir
Polda Metro Jaya Tetapkan 6 Anggota Polri Aktif Tersangka dalam Pengeroyokan Debt Collector hingga Tewas di Kalibata