Argumen Pembentukan Ditjen Pesantren

Photo Author
- Minggu, 26 Oktober 2025 | 18:40 WIB
Suwendi, Dosen UIN Jakarta dan Penulis Buku Detik-Detik Penetapan Hari Santri (Foto/Dok/Pribadi)
Suwendi, Dosen UIN Jakarta dan Penulis Buku Detik-Detik Penetapan Hari Santri (Foto/Dok/Pribadi)

Suwendi
Dosen UIN Jakarta, Penulis Buku Detik-Detik Penetapan Hari Santri

 

KEMENTERIAN Agama (Kemenag) akan membentuk Direktorat Jenderal (Ditjen) baru, bernama Ditjen Pesantren. Ditjen ini merupakan elevasi birokrasi dari direktorat atau unit eselon 2 menjadi Ditjen atau unit eselon 1. Pembentukan Ditjen ini perlu diapresiasi bersama, sebab memiliki langkah yang strategis, di samping memang sangat layak didirikan.

Hingga semester genap 2025 ini, Kementerian Agama mencatat pesantren sebanyak 42.369 lembaga, 6.267.741 santri, dan 1.163.140 ustadz. Di samping pesantren, terdapat layanan pendidikan lainnya yang selama ini berada di lingkungan direktorat tersebut, baik pada jalur formal maupun nonformal.

Pada jalur formal, terdapat Pendidikan Diniyah Formal (PDF), Satuan Pendidikan Muadalah (SPM) dan Ma’had Aly. Sedangkan layanan pendidikan jalur nonformal terdiri atas Madrasah Diniyah Takmiliyah (MDT), Pendidikan Al-Quran, dan Pendidikan Kesetaraan pada Pondok Pesantren Salafiyah (PKPPS).

Hemat penulis, terdapat sejumlah argumen pembentukan Ditjen Pesantren ini. Pertama, peran dan kontribusi pesantren untuk negara dan bangsa, sejak masa perjuangan melawan kaum imperalis, masa kemerdekaan, hingga mengisi kemerdekaan, demikian nyata hingga tidak ada yang dapat membantahnya.

Berbagai pertempuran melawan penjajah demi meraih kemerdekaan Indonesia seringkali dimotori oleh para kyai dan santri pesantren. Hingga agresi militer Belanda ke-2 itu dapat dipatahkan oleh perlawanan kyai-santri pesantren, yakni berkat resolusi jihad yang dicetuskan oleh Hadratusy Syaikh KH Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945.

Dalam pembangunan pascakemerdekaan pun, pesantren tetap komitmen setia terhadap NKRI dan secara proaktif membangun bangsa. Walhasil, dari rahim pesantrenlah, Indonesia ini didirikan, diasuh, dan dibesarkan hingga saat ini.

Kedua, ketidaksesuaian struktural birokrasi berbanding fungsi yang diemban sebagaimana yang diamanatkan oleh regulasi. UU 18/2019 mengamanatkan bahwa pesantren menjalankan tiga fungsi, yakni pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat, sehingga, oleh karenanya, pendanaan untuk pesantren dapat berasal dari fungsi pendidikan, fungsi agama, dan fungsi lainnya.

Posisi Direktorat Pesantren yang selama ini berada di bawah naungan Ditjen Pendidikan Islam hanya menyentuh fungsi pendidikan semata, sehigga oleh karenanya hanya bersumber dari alokasi anggaran fungsi pendidikan. Keterbatasan ini menciptakan kelumpuhan kebijakan yang pada akhirnya pesantren kurang mendapatkan layanan sekaligus peran sebagaimana yang diamanatkan undang-undang.

Ketiga, kehadiran negara terhadap pesantren cenderung belum menunjukkan perlakuan yang semestinya. Hal ini disebabkan karena keterbatasan wewenang birokrasi yang selama ini berjalan hingga keterbatasan anggaran. Sungguhpun demikian, dengan segala bentuk independensi dan kemandiriannya, pesantren tetap ikhlas dan istiqamah berdiri tegak untuk membina anak-anak bangsa.

Setidaknya terdapat tiga kesetaraan yang harus dilakukan oleh negara, termasuk terhadap pesantren, yakni rekognisi, afirmasi, dan kebijakan/program. Dalam aspek rekognisi, negara melakukan pengakuan terhadap pendidikan pesantren yang dibuktikan dengan regulasi.

Sementara pada aspek afirmasi, dibuktikan dengan kehadiran anggaran dan pembiayaan oleh pemerintah secara berkeadilan. Sedangkan kebijakan/program adalah perlakuan kebijakan dan tatakelola oleh semua stakeholder, baik pemerintah maupun masyarakat, terhadap pesantren.

Kehadiran negara pada aspek rekognisi demikian nyata, yakni dengan lahirnya UU 18/2019 tentang Pesantren, bahkan sebelumnya didahului Keputusan Presiden Nomor 22 tahun 2015 tentang hari santri. Kedua regulasi ini, yang kemudian diikuti dengan aturan turunannya, menunjukkan keseriusan negara dalam mengakui sistem dan pendidikan pesantren.

Halaman:

Editor: Moh Purwadi

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Tags

Terkini

Imperatif Obligation dan Ekologi Integral

Senin, 8 Desember 2025 | 20:40 WIB

Argumen Pembentukan Ditjen Pesantren

Minggu, 26 Oktober 2025 | 18:40 WIB

Reformasi DPR: Desakan yang Kian Tak Terbendung

Kamis, 2 Oktober 2025 | 09:01 WIB

Menjaga Indonesia

Rabu, 3 September 2025 | 14:14 WIB

Isbat Nikah dan Pencatatan Perkawinan

Senin, 28 April 2025 | 10:15 WIB

Lebaran, Liburan, dan Kontraksi Sosial

Minggu, 6 April 2025 | 17:22 WIB

Lebaran dan Kompetisi Konsumeristik

Selasa, 1 April 2025 | 12:19 WIB
X