Wicipto Setiadi
Guru Besar FH UPN Veteran Jakarta dan Dewan Pakar Jimly School of Law and Government (JSLG)
HARI Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia setiap tanggal 17 Agustus selalu menjadi momentum reflektif untuk menilai arah perjalanan bangsa.
Dalam pidatonya, Presiden Republik Indonesia ke-5 Megawati Soekarnoputri menyoroti aspek yang kerap terabaikan dalam perdebatan publik, yaitu kerapuhan etika dan moral dalam penyelenggaraan negara.
Pesan ini bukan sekadar kritik dan basa-basi seremonial HUT RI, melainkan peringatan mendasar tentang fondasi yang menopang kedaulatan sebuah bangsa dan sekaligus merupakan alarm keras yang menyoroti akar krisis bangsa, yaitu runtuhnya integritas elite politik dan birokrasi.
Etika dan Moral sebagai Pilar Kepemimpinan
Sejarah membuktikan, keruntuhan banyak negara besar bukan semata karena lemahnya ekonomi atau serangan militer, melainkan karena rapuhnya integritas para pemimpin.
Dalam konteks Indonesia, problem serupa tercermin dari kasus korupsi, penyalahgunaan wewenang, hingga praktik politik uang yang menggerogoti legitimasi negara.
Kita sering terjebak pada logika pembangunan material: infrastruktur megah, pertumbuhan ekonomi, atau investasi asing. Namun, apa artinya jalan tol ribuan kilometer jika di saat yang sama pejabat negara sibuk memperkaya diri?
Survei Transparency International 2024 menempatkan Indonesia pada skor 34/100 dalam Corruption Perceptions Index (CPI), jauh di bawah rata-rata global (43/100).
Artinya, persepsi publik dan dunia internasional masih melihat Indonesia rentan dengan praktik korupsi. Pertanyaannya, apakah bangsa dengan moral rapuh bisa berdiri tegak sebagai negara berdaulat?
Dosen Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada, Dr. Zainal Arifin Mochtar, menegaskan bahwa problem etika pejabat publik lebih berbahaya daripada sekadar pelanggaran hukum.
“Ketika hukum dilanggar, kita bisa menindak. Tapi ketika etika dilanggar, konsekuensinya lebih halus, merusak kepercayaan publik, dan berujung pada krisis legitimasi,” ujarnya. Krisis legitimasi inilah yang diam-diam membunuh demokrasi dari dalam.
Tantangan Era Modern