Fadhly Azhar, Petugas Pesantren Ramah Anak pada Direktorat Pesantren, Kemenag
LEBARAN, yang juga dikenal sebagai Idulfitri, memiliki tempat khusus di hati umat Islam. Setelah sebulan berpuasa, hari yang penuh kegembiraan ini dipenuhi dengan perayaan, hubungan keluarga, dan berbagai tradisi yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.
Namun, di tengah makna spiritual dan sosial Lebaran, ada peningkatan konsumerisme yang nyata. Seolah-olah momen sakral ini telah berkembang menjadi pasar yang kompetitif, yang dipengaruhi oleh campuran dinamika sosial dan ekonomi.
Kapitalisme dan Budaya Konsumerisme
Dalam perspektif teori sosial, Jean Baudrillard dalam karyanya "The Consumer Society" (1970) menyoroti bahwa konsumsi kini bukan hanya tentang memenuhi kebutuhan, tetapi juga berfungsi sebagai cara untuk membangun identitas sosial.
Contohnya, saat Lebaran, membeli pakaian baru, menyajikan makanan berlimpah, dan pulang kampung dengan kendaraan terbaru bukan sekadar kebutuhan, melainkan simbol status yang menunjukkan keberhasilan seseorang.
Teori Pierre Bourdieu tentang "distinction" semakin memperkuat pandangan ini, menjelaskan bagaimana konsumsi menjadi alat untuk membedakan diri secara sosial. Masyarakat kelas menengah dan atas cenderung meningkatkan konsumsi mereka untuk membedakan diri dari kelompok lain.
Hal ini sangat terlihat dalam perayaan Lebaran, di mana individu berlomba-lomba membeli pakaian bermerek, menyajikan hidangan mewah, dan berbagi sedekah yang sering kali dijustifikasi menjadi THR kepada keluarga.
Media dan Komodifikasi Lebaran
Kita tidak bisa mengabaikan fakta bahwa media dan industri periklanan berperan besar dalam memperkuat perilaku konsumtif ini. Dengan berbagai iklan yang muncul di televisi, media sosial, dan platform e-commerce, masyarakat terus-menerus diserbu dengan pesan-pesan yang mendorong mereka untuk berbelanja.
Dalam teori ekonomi politik media yang dikemukakan oleh Dallas Smythe, audiens bukan hanya sekadar penerima informasi, tetapi juga produk yang dijual kepada pengiklan. Jadi, perhatian masyarakat terhadap iklan dan kampanye promosi menjadi komoditas utama yang menggerakkan roda ekonomi berjalannya konsumsi saat Lebaran.
Tren belanja online yang semakin populer juga membuat akses ke barang-barang konsumtif menjadi lebih mudah. Diskon besar menjelang Lebaran, flash sale, dan layanan cicilan tanpa bunga menjadi strategi utama yang semakin mendorong masyarakat untuk berbelanja.
Seringkali, demi memenuhi ekspektasi sosial tertentu, banyak orang rela berutang hanya untuk memastikan perayaan Lebaran mereka terlihat "sempurna" di mata orang lain.
Kompetisi Sosial dalam Perayaan Lebaran