Sejumlah lembaga survei nasional mencatat bahwa tingkat kepercayaan publik terhadap Polri mengalami fluktuasi signifikan.
Lembaga Survei Indonesia (LSI), Agustus 2023: kepercayaan publik terhadap Polri berada di angka 63,4%, menurun dibanding periode sebelum kasus besar menyita perhatian publik.
Indikator Politik Indonesia, September 2023: tingkat kepercayaan publik tercatat 67,6%, dengan catatan bahwa kepercayaan masih lebih tinggi pada aspek pelayanan lalu lintas dibanding penegakan hukum.
Charta Politika, Januari 2024: kepercayaan publik terhadap Polri sedikit meningkat menjadi 70,2%, namun responden menekankan perlunya transparansi dalam menangani kasus internal.
Perbandingan dengan Institusi Lain
Untuk melihat posisi Polri secara lebih jelas, penting membandingkan tingkat kepercayaan publik terhadap beberapa institusi negara lainnya: pertama, TNI. Hampir di semua survei, TNI menempati posisi teratas.
Data Charta Politika Januari 2024 menunjukkan 87,3% masyarakat percaya pada TNI. Stabilitas citra TNI dipengaruhi oleh disiplin institusi dan minimnya ekspos kasus negatif.
Kedua, KPK. Kepercayaan publik terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi relatif menurun dibanding masa kejayaannya. Survei Indikator Politik Indonesia September 2023 mencatat 71,2%, turun dibanding lebih dari 80% pada periode sebelumnya. Faktor utama penurunan adalah revisi UU KPK dan sejumlah kasus kontroversial.
Ketiga, Lembaga Peradilan. Tingkat kepercayaan publik pada lembaga peradilan masih tergolong rendah. LSI Agustus 2023 mencatat hanya sekitar 55,1% masyarakat yang menyatakan percaya. Praktik korupsi, mafia peradilan, dan putusan kontroversial membuat lembaga ini sulit membangun legitimasi penuh.
Keempat, Polri. Dengan kisaran 63–70%, Polri berada di tengah: lebih tinggi daripada lembaga peradilan, tetapi masih jauh tertinggal dari TNI. Posisi ini menunjukkan adanya peluang besar untuk membangun kembali kepercayaan, jika reformasi dilakukan secara serius.
Agenda Reformasi yang Mendesak
Reformasi Polri bukan sekadar jargon, melainkan keharusan yang harus dijalankan secara konsisten. Beberapa langkah mendesak yang bisa dilakukan antara lain: Pertama, memperkuat transparansi dan akuntabilitas.
Langkah ini dilakukan dengan cara mempublikasikan laporan kinerja dan penanganan kasus secara terbuka dan melibatkan lembaga independen dalam pengawasan.
Kedua, perubahan budaya organisasi. Langkah ini ditempuh antara lain dengan penanaman nilai servant leadership: polisi sebagai pelayan, bukan penguasa dan pelatihan etika dan komunikasi publik yang berkelanjutan.
Ketiga, peningkatan profesionalisme apparat, yang antara lain dilakukan dengan rekrutmen berbasis meritokrasi, bukan nepotisme atau intervensi politik dan peningkatan kapasitas melalui pendidikan yang menekankan teknologi, hukum, dan pendekatan humanis.